SAMARINDA, BABEMOI – Proses hukum dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa Dr. Ir. Iwan Ratman, MSc. PE. diduga penuh dengan maladministrasi, kriminalisasi, dan pelanggaran HAM.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Samarinda telah membacakan putusan perkara dugaan tindak pidana korupsi oleh Direktur PT. Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim.
Perkara Nomor: 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr tanggal 9 November 2021 atas nama terdakwa Dr. Ir. Iwan Ratman.MSc.PE., dengan hukuman pidana selama 14 (empat belas) tahun dan denda sejumlah Rp700 juta (tujuh ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan dan hukuman uang pengganti sejumlah Rp49,4 miliar (tepatnya: empat puluh sembilan miliar empat ratus sembilan puluh delapan juta dua ratus delapan puluh enam ribu enam ratus sembilan puluh enam rupiah) atau pidana penjara selama 5 (lima) tahun.
Atas putusan ini, terdakwa Iwan Ratman merasa ada ketidaksesuaian antara putusan dengan fakta-fakta yang ada dan terungkap di dalam persidangan. Karenanya, terdakwa Iwan Ratman menyatakan banding.
Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum yang sama-sama mengajukan upaya banding karena terhadap putusan Pengadilan Negeri Samarinda tersebut tidak sesuai dengan tuntutan JPU yaitu 18 (delapan belas) tahun penjara dan denda 500 juta subsider 6 (enam) bulan kurungan juga membayar uang pengganti sebesar Rp50 miliar atau pidana penjara 8 tahun 6 bulan.
Putusan Pengadilan Negeri Samarinda tersebut dikuatkan oleh putusan banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Perkara Nomor: 14/Pid-TPK/2021/PT SMR yang telah diputus tanggal 6 Januari 2022 yang memberikan putusan Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr.
Terhadap putusan banding tersebut, Terdakwa (Iwan Ratman, red) maupun Jaksa Penuntut Umum telah menyatakan Kasasi sehingga perkara tersebut belumlah final atau inkrah.
Terdakwa Iwan Ratman menduga adanya permainan dalam pemeriksaan tingkat banding tersebut, karena putusan banding diputus dengan waktu yang sangatlah singkat semenjak berkas banding dinyatakan lengkap. Saat ini terhadap status perkara tersebut sedang dalam proses pemeriksaan tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI.
Iwan Ratman yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut sejak tanggal 18 Februari 2021 sampai dengan saat ini berada dalam tahanan Rutan Kelas IIA Samarinda, berdasarkan penetapan perpanjangan penahanan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur penahanan tersebut berakhir tanggal 6 Februari 2022,dan terhadap penahanan tersebut tidak ada penetapan perpanjangan penahanan kembali sedangkan perkaranya masih dalam pemeriksaan tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung dan masih menunggu hasil putusannya.
Penahanan terdakwa Iwan Ratman yang telah habis pada 6 Februari 2022 dan tidak adanya perpanjangan penahanan kembali, maka berdasarkan peraturan dan perundang-undangan, juga hukum acara pidana, mengakibatkan terdakwa Iwan Ratman haruslah dikeluarkan demi hukum dari tahanan Rutan Kelas IIA Samarinda.
Paramaarta Ziliwu.S.H.,CPL.,CPCLE. Kuasa Hukum Iwan Ratman melayangkan surat terhadap status penahanan kliennya tersebut kepada Pengadilan Negeri Samarinda, Rutan Kelas IIA dan juga Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Paramaarta Ziliwu sebagai Kuasa Hukum terdakwa mempertanyakan status penahanan tersebut, karena seharusnya Iwan Ratman dikeluarkan demi hukum dari tahanan Rutan Kelas IIA Samarinda semenjak berakhirnya tanggal penetapan penahanan.
Pengadilan Negeri Samarinda tertanggal 16 Maret 2022 telah melayangkan surat kepada Mahkamah Agung RI dan diberikan tembusan kepada Penasehat Hukum, yang pada inti suratnya memberitahukan bahwa perkara tersebut telah dinyatakan kasasi dan berkas kasasi perkara tersebut telah dikirimkan oleh Pengadilan Negeri Samarinda kepada Mahkamah Agung RI juga terhadap penahanan terdakwa Iwan Ratman telah habis masa penahanannya tertanggal 6 Februari 2022, dan tidak ada penetapan perpanjangan penahanan untuk terdakwa.
Oleh karena itu, Paramaarta Ziliwu menilai terdakwa Iwan Ratman dapat dikeluarkan demi hukum dari tahanan Rutan Kelas IIA Samarinda.
Penasehat Hukum Terdakwa Dr.Ir.Iwan Ratman.MSc.PE., Paramaarta Ziliwu.S.H.,CPL.,CPCLE mendapatkan pesan Whasapp dari petugas Pengadilan Negeri Samarinda yang memberitahukan adanya penetapan perpanjangan penahanan Nomor: 4733/2022/S.1306.Tah.Sus/PP/2022/MA tertanggal 25 Maret 2022 atas nama terdakwa Iwan Ratman untuk 50 hari terhitung tanggal 14 Januari 2022 dan penetapan perpanjangan penahanan Nomor: 4734/2022/S.1306.Tah.Sus/PP/2022/MA tertanggal 25 Maret 2022.
Untuk 60 hari terhitung tanggal 5 Maret 2022 dari Mahkamah Agung RI yang dikirimkan melalui email kepada Pengadilan Negeri Samarinda.
PELANGGARAN
Terlepas dari subtansi perkara Iwan Ratman yang saat ini sedang dalam pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI. Paramaarta Ziliwu selaku Kuasa Hukum Iwan Ratman menyayangkan dalam proses penegakan hukum perkara tersebut terjadi pelanggaran hukum juga.
Paramaarta Ziliwu menjelaskan sebagai berikut:
Mengenai keberatan dalam subtansi perkara sedang ditempuh dengan proses kasasi dimana telah disampaikan dalam memori kasasi keberatan-keberatan mengenai putusan sebelumnya.
Dan terhadap proses kasasi, kuasa hukum meminta kepada Komisi Yudisial (KY) untuk dilakukan pemantauan dan pengawasan agar putusan kasasi terhindar dari permainan dan intervensi pihak lain yang memiliki konflik dengan terdakwa sehingga putusan perkara terdakwa adil, jujur, juga arif dan bijaksana.
Dalam perkara Iwan Ratman ini, Paramaarta Ziliwu melihat dari berjalannya proses hukum diduga adanya konflik kepentingan yang berpotensi akan mengesampingkan nilai-nilai hukum dan keadilan, juga terkesan memihak salah satu pihak.
Bahkan Paramaarta Ziliwu menyebut perkara ini terlalu dipaksakan agar terdakwa Iwan Ratman bersalah dan menerima hukuman pidana, juga uang pengganti walaupun tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Putusan banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur yang dalam pemeriksaan berkasnya hanya 4 minggu menurut penasehat hukum adalah hal yang janggal dan ditemukan adanya ketidak sesuaian tanggal pengiriman berkas banding, qdimana Pengadilan Negeri Samarinda mengirimkan berkas perkara banding pada tanggal 18 November 2021 sedangkan memori banding JPU di kirimkan tanggal 23 November 2021.
Kemudian tanggal pemberitahuan inzage pengadilan negeri Samarinda mengatakan tanggal 18 November 2021, padahal seharusnya bila dilihat dari tanggal memori banding JPU adalah setelah tanggal 23 November 2021.
Bila dilihat lagi terhadap pengiriman berkas banding seharusnya adalah 23 November ditambah 7 hari Inzage adalah 1 Desember, dan perkara ini di putus tanggal 6 Januari 2022.
“Patut diduga adanya permainan dalam proses banding tersebut,” jelas Paramaarta Ziliwu.
Ia menegaskan seharusnya terdakwa Iwan Ratman dikeluarkan demi hukum dari Rutan Kelas IIA Samarinda karena tanggal 6 Februari 2022 penahanan terdakwa sudah selesai dan tidak ada penetapan perpanjangan penahanannya.
Karena menurut aturan begitu, baik hukum acara pidana maupun peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dan dipertegas kembali oleh surat Pengadilan Negeri Samarinda tertanggal 16 Maret 2022 yang mengatakan karena tidak adanya penetapan perpanjangan penahanan maka terdakwa Iwan Ratman dapat dikeluarkan demi hukum.
Dan penahanan terdakwa semenjak berakhirnya masa waktu penahanan tersebut adalah penahanan yang tidak sah karena tidak berdasar hukum merupakan penahanan yang semena-mena dan melanggar HAM.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-24.PK.01.01 Tahun 2011 Tentang Pengeluaran Tahanan Demi Hukum:
Pasal 3 :
“Kepala Rutan Bertanggungjawab atas penerimaan dan pengeluaran Tahanan”
Pasal 5 :
Penahanan di Rutan atau Lapas sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 harus disertai dengan surat perintah penahanan dan/atau surat penetapan penahanan dari pejabat yang berwenang.
Jika surat penahanan tidak disertai surat perintah penahanan dan/atau surat penetapan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala Rutan atau Kepala Lapas berwenang menolak tahanan.
Jika penahanan disertai surat perintah penahanan dan/atau surat penetapan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala Rutan atau Kepala Lapas menerima tahanan untuk di proses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
Pasal 6 :
Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib memberitahukan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang menahan mengenai tahanan yang akan habis masa penahanan atau habis masa perpanjangan penahanan
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan atau masa perpanjangan penahanan berakhir
Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib mengeluarkan Tahanan demi Hukum yang telah habis masa penahanannya atau habis masa perpanjangan penahannya.
Dalam hal Kepala Rutan atau Kepala Lapas mengeluarkan Tahanan demi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap tahanan yang ditahan karena melakukan tindak pidana narkotika dan psikotropika, terorisme, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat serta perkara lainnya yang menarik perhatian masyarakat harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Ketua Pengadilan Tinggi.
Dalam hal Ketua Pengadilan Tinggi tidak menindaklanjuti hasil koordinasis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib mengeluarkan Tahanan Demi Hukum.
Pasal 10 :
“Kepala Rutan atau Kepala Lapas yang tidak mengeluarkan Tahanan Demi Hukum Dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.”
Pasal 11 :
“Petugas Rutan atau Petugas Lapas yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.”
UPAYA HUKUM
Melakukan pelaporan terhadap Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Inspektorat/Pengawasan Kementerian Hukum & Ham, Komisi Kejaksaan dan Komnas HAM.
“Bilamana terjadi perbuatan pidana kita akan laporkan kepada Kepolisian, juga melaporkan kepada Ombusmen RI mengenai pelayanan juga administrasi yang salah atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.”
“Kita juga akan membuat gugatan terhadap pelanggaran tersebut, melayangkan surat kepada presiden dan lembaga lembaga terkait karena terhadap pelanggaran tersebut kita sudah sampaikan kepada pimpinan lembaganya tetapi tidak mendapat respon terkesan dibiarkan juga dalam penanganannya dilempar-lempar membuat penanganan perkaranya berlarut-larut tanpa penyelesaian,” tandas Paramaarta Ziliwu.