

Oleh: Dwi Taufan Hidayat
DALAM hidup ini, tidak semua yang terasa manis itu baik, dan tidak semua yang terasa pahit itu buruk. Begitu pula dengan dukungan. Ia tidak selalu hadir dalam bentuk kata-kata penyemangat atau pelukan hangat. Ada kalanya dukungan datang dalam wujud teguran, sindiran, bahkan tamparan yang menyakitkan bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk menyadarkan dan menyelamatkan kita dari hal yang lebih membahayakan.
Manusia sering kali mengharapkan bahwa support atau dukungan dari orang lain datang dalam bentuk yang nyaman: kalimat positif, pelukan erat, atau tindakan yang menenangkan hati. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam proses tumbuh dan menjadi pribadi yang lebih baik, kita akan menemui orang-orang yang menegur kita dengan keras, menyindir kita dengan tajam, atau bahkan menyakiti ego kita dengan ucapan yang tidak kita sukai. Ironisnya, mereka itulah yang sejatinya peduli, meski wujud perhatiannya tampak berbeda.
Allah ๏ทป sendiri telah menegaskan dalam firman-Nya bahwa nasihat itu adalah jalan menuju kebaikan:
๏ดฟููุฐููููุฑู ููุฅูููู ุงูุฐููููุฑูููฐ ุชููููุนู ุงููู
ูุคูู
ูููููู๏ดพ
โDan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.โ (QS. Adz-Dzariyat: 55)
Teguran adalah bagian dari peringatan. Sindiran pun kadang mengandung makna mendalam yang tidak semua orang mampu pahami jika hatinya tidak lapang. Dan tamparan emosional dari orang terdekat meski pedih kadang justru menjadi kunci perubahan dalam hidup kita.
Rasulullah ๏ทบ juga mengajarkan kepada kita bahwa hakikat seorang Muslim terhadap Muslim lainnya adalah saling menasihati dan mengingatkan. Beliau bersabda:
ยซุงูุฏููููู ุงููููุตููุญูุฉูยป
Agama itu adalah nasihat. (HR. Muslim no. 55)
Bentuk nasihat tidak selalu lembut. Kadang ia harus disampaikan dengan tegas dan menusuk agar sampai ke dalam hati. Sama halnya dengan dokter yang harus menyuntik pasien agar sembuh. Menyakitkan, ya. Tapi menyelamatkan.
Sayangnya, manusia lebih suka mendengar apa yang ingin ia dengar, bukan apa yang sebenarnya ia butuhkan. Jika seseorang mengingatkan kita akan kesalahan, kita menganggapnya menyebalkan. Jika ada yang menegur keras karena kita mulai menyimpang dari jalan yang benar, kita menuduhnya tidak punya empati.
Padahal, bisa jadi ia sedang menyelamatkan kita dari kehancuran yang lebih besar. Ia sedang menjadi perpanjangan tangan Allah ๏ทป untuk meluruskan langkah kita sebelum terjerumus lebih dalam. Bukankah Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial agar bisa saling menolong?
Allah ๏ทป berfirman:
๏ดฟููุชูุนูุงูููููุง ุนูููู ุงููุจูุฑูู ููุงูุชููููููููฐ ููููุง ุชูุนูุงูููููุง ุนูููู ุงููุฅูุซูู
ู ููุงููุนูุฏูููุงูู๏ดพ
โDan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.โ (QS. Al-Maโidah: 2)
Tolong-menolong bukan hanya dengan tangan, tetapi juga dengan keberanian menyampaikan kebenaran. Bahkan, dalam Islam, menyampaikan kebenaran kepada orang yang berkuasa dianggap sebagai jihad yang besar.
Rasulullah ๏ทบ bersabda:
ยซุฃูููุถููู ุงููุฌูููุงุฏู ููููู
ูุฉู ุนูุฏููู ุนููุฏู ุณูููุทูุงูู ุฌูุงุฆูุฑูยป
โJihad yang paling utama adalah mengucapkan kata yang benar di hadapan penguasa yang zalim.โ (HR. Abu Dawud, no. 4344)

Apakah tidak mungkin orang yang menegur kita hari ini sebenarnya sedang berjihad menyelamatkan kita dari diri kita sendiri?
Namun, tentu saja, niat dan cara tetap menjadi parameter penting. Menyampaikan dengan keras bukan berarti boleh melukai. Menasihati bukan berarti mencela. Teguran dan sindiran tetap harus disampaikan dengan niat tulus, bukan karena benci atau ingin menjatuhkan.
Imam Asy-Syafiโi rahimahullah berkata:
ู
ูู ููุนูุธู ุฃูุฎูุงูู ุณูุฑููุง ููููุฏู ููุตูุญูููุ ููู
ูู ููุนูุธููู ุนูููุงููููุฉู ููููุฏู ููุถูุญููู
โSiapa yang menasihati saudaranya secara diam-diam, maka ia telah menasihatinya. Dan siapa yang menasihatinya di hadapan orang banyak, maka ia telah mempermalukannya.โ
Artinya, bentuk dukungan sejati bukan sekadar tentang isi teguran itu, tapi juga cara menyampaikannya. Dan sebagai pihak yang menerima, kita juga perlu membiasakan diri menerima dengan lapang dada, tidak lekas defensif, apalagi menyimpan dendam.
Karena dalam kenyataan hidup, tidak sedikit orang yang kita anggap menyebalkan hari ini, justru akan kita syukuri keberadaannya suatu hari nanti. Merekalah yang membuat kita bangkit, berubah, dan menjadi pribadi yang lebih berhati-hati.
Lihatlah bagaimana para sahabat Rasulullah ๏ทบ saling menasihati. Umar bin Khattab radhiyallahu โanhu, seorang khalifah yang tegas, pernah berkata:
ุฑูุญูู
ู ุงูููููู ุงู
ุฑูุฃู ุฃูุฏู ุฅููููู ุนููููุจูู
โSemoga Allah merahmati seseorang yang menghadiahkan kepadaku aib-aibku.โ
Inilah tanda hati yang dewasa dalam keimanan. Ia tidak merasa tersinggung ketika disindir, tidak marah ketika ditegur, dan tidak sakit hati ketika ditegaskan kesalahannya. Sebab ia tahu, semua itu bukan untuk menyakitinya, melainkan untuk memperbaikinya.
Maka jangan salah sangka jika seseorang tiba-tiba menyindir atau menegur kita dengan pedas. Bisa jadi, dia sedang memberikan dukungan yang tidak semua orang sanggup berikan. Bukan dukungan palsu yang menyenangkan hati namun menyesatkan arah, tapi dukungan sejati yang menyakitkan sesaat namun menyelamatkan untuk selamanya.
Mungkin memang pahit, bahkan menusuk, namun seperti obat yang pahit, efeknya adalah kesembuhan.
Jangan hanya mencari teman yang membela semua tindakanmu. Carilah orang yang berani menegurmu saat kamu keliru. Karena mereka itulah yang sejatinya mencintaimu dalam kejujuran. Dan jangan tolak sindiran hanya karena tidak terasa manis. Kadang, itu satu-satunya jalan agar kamu tidak terus melangkah ke jurang.
Jika kamu berani mencintai kebenaran, maka kamu harus siap pula dicintai dalam bentuk yang tidak selalu lembut.
Karena bentuk cinta yang sejati, sering kali datang dalam wujud yang tak kamu harapkan.
Dan bentuk dukungan terbaik, bisa jadi justru berupa teguran yang menampar jiwamu, lalu membangunkanmu dari kelalaian.
Hai pembaca setia! Temukan solusi media online Anda di 





