
PEKANBARU, BABEMOI | Aktivis pemerhati hukum dan HAM, M. Rizki, mengkritisi adanya (dugaan) pertemuan atau kongkow-kongkow antara terlapor kasus dugaan pemalsuan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Sahala Sitompul didampingi pengacaranya Hesron Sitepu, dengan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Kombes Asep dan Kapolda Riau Irjen Herimen.
Rizki menilai pertemuan itu sangat tidak etis, dan hal itu mencederai proses penegakan hukum yang adil.
Menurut Rizki, aparat penegak hukum (APH) tidak sewajarnya bertemu dengan pihak yang sedang berperkara, apalagi seseorang yang sudah berstatus sebagai terlapor. Hal ini dapat memicu persepsi negatif di masyarakat.
“Ini jelas mencoreng prinsip netralitas penegakan hukum,” kata ujar Rizki dalam keterangan rilis media yang diterima liranews.com, Sabtu (5/7/2025).
“Tidak seharusnya APH menjalin komunikasi atau bahkan membangun kedekatan dengan pihak yang sedang berperkara, apalagi statusnya sebagai terlapor dalam kasus pemalsuan dan KDRT. Ini berpotensi mengganggu objektivitas proses hukum,” lanjut Rizki.

Ia pun mengaku khawatir pertemuan petinggi Polda Riau dengan pihak berperkara bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, khususnya di wilayah Polda Riau.
Karena itu, Rizki mendesak agar Propam segera turun tangan untuk melakukan klarifikasi dan pemeriksaan internal terkait pertemuan tersebut.
“Jika dibiarkan, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di tanah air. Semua pihak harus diperlakukan sama di mata hukum, tanpa ada pengecualian,” tutup Rizki.