banner 728x90

Menyembelih Ego, Mendekat Kepada-Nya

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

IDUL ADHA bukan semata-mata perayaan penyembelihan hewan kurban. Ia adalah panggilan jiwa untuk menyembelih sesuatu yang jauh lebih dalam ego, ambisi, dan keterikatan pada dunia. Di balik darah yang mengalir, ada ruh yang ditata ulang. Di balik daging yang dibagikan, ada cinta yang dibersihkan. Ini soal ketaatan, bukan hanya ritual.


Ketika kita mendengar kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya, Ismail, hati kita terguncang. Bagaimana mungkin seorang ayah yang telah lama menantikan kehadiran buah hati, justru diminta untuk menyerahkannya kembali kepada Tuhan? Tapi itulah hakikat kurban. Bukan sekadar penyembelihan hewan, melainkan penyembelihan cinta duniawi yang paling kita sayangi bahkan jika itu adalah anak kandung kita sendiri.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an tentang perintah ini:

﴿فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ﴾

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.’” (QS. Ash-Shaffat: 102)

Dan jawaban Ismail pun menggetarkan:

﴿يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴾

“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102)

Di sinilah letak hakikat kurban: ketika kita berani melepaskan “Ismail” dalam hidup kita apapun yang paling kita cintai namun harus kita serahkan demi ketaatan kepada Allah. Ismail dalam konteks hari ini bisa berupa jabatan yang kita agungkan, hubungan yang tidak diridhai, ambisi duniawi, atau kelekatan terhadap sesuatu yang justru menjauhkan kita dari Tuhan.

Idul Adha mengajarkan bahwa cinta tertinggi hanya milik Allah. Ketika Ibrahim bersedia melepaskan Ismail, Allah justru mengabadikan cinta mereka. Maka siapa pun yang berani mengorbankan cintanya demi Allah, tidak akan pernah kehilangan. Justru ia akan mendapatkan cinta yang lebih suci dan tak lekang oleh waktu.

Allah tidak membutuhkan darah atau daging dari hewan kurban kita. Yang Dia kehendaki adalah ketakwaan yang lahir dari keikhlasan. Sebagaimana firman-Nya:

﴿لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ﴾

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)

Oleh karena itu, Idul Adha bukan soal memamerkan hewan paling besar, bukan pula soal siapa yang paling banyak berkurban. Tapi seberapa ikhlas kita menyembelih ego dan keterikatan kita terhadap dunia yang fana ini. Ini tentang membersihkan hati agar hanya cinta Allah yang tertinggal.

Nabi Muhammad ﷺ juga mengingatkan dalam sabdanya:

«إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ»

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)

Maka mari jadikan Idul Adha tahun ini bukan sekadar perayaan tahunan. Jadikan ia momen muhasabah, merenungi: “Apa Ismail dalam hidupku? Apa yang terlalu aku genggam, hingga sulit aku pasrahkan kepada Allah?” Mungkin itu adalah pekerjaan yang penuh maksiat tapi memberi kemapanan. Mungkin itu adalah hubungan asmara yang bertentangan dengan syariat. Mungkin itu adalah sifat sombong yang selama ini kita pertahankan. Apa pun itu, jika tidak kita sembelih, maka dialah yang akan menyembelih kedekatan kita dengan Allah.

Kurban bukanlah sekadar aksi, tapi proses spiritual yang menyakitkan. Karena melepaskan sesuatu yang kita cintai, tak pernah mudah. Tapi justru di situ ada penguatan jiwa. Itulah mengapa Allah mengangkat derajat Ibrahim, karena beliau telah lulus dalam ujian tertinggi: menyembelih ego dan menyerahkan totalitas cinta hanya kepada Sang Pencipta.

Dan betapa indahnya, ketika Allah mengganti Ismail dengan seekor domba. Sebuah simbol bahwa siapa pun yang ikhlas dalam pengorbanannya, akan selalu Allah beri ganti yang lebih baik. Bukankah Allah telah berjanji?

﴿وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا • وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ﴾

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Thalaq: 2-3)

Akhirnya, mari kita jadikan Idul Adha sebagai titik balik. Bukan hanya dengan menyembelih kambing atau sapi, tapi juga menyembelih ambisi yang menjauhkan kita dari Allah. Melepaskan ego yang selalu ingin diakui. Menghentikan nafsu dunia yang membelenggu hati. Agar jiwa ini naik. Agar hati ini pulang. Dan hanya cinta Allah yang tinggal, abadi, dan menenteramkan.

Selamat menunaikan Idul Adha. Semoga kurban kita tahun ini bukan sekadar darah dan daging, melainkan kurban batin yang paling ikhlas dan murni. Semoga Allah menerima dan memuliakan kita semua, sebagaimana Dia memuliakan hamba-hamba-Nya yang berserah penuh hanya kepada-Nya.

Mau punya Media Online sendiri?
Tapi gak tau cara buatnya?
Humm, tenang , ada Ar Media Kreatif , 
Jasa pembuatan website berita (media online)
Sejak tahun 2018, sudah ratusan Media Online 
yang dibuat tersebar diberbagai daerah seluruh Indonesia.
Info dan Konsultasi - Kontak 
@Website ini adalah klien Ar Media Kreatif disupport 
dan didukung penuh oleh Ar Media Kreatif